Pediaku id - Dunia perpajakan lagi-lagi dikocok ulang. Kali ini lewat regulasi anyar dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), lewat PER-11/PJ/2025 yang resmi meluncur pada 22 Mei 2025. Regulasi ini jadi semacam kode keras buat semua Pengusaha Kena Pajak (PKP): siap-siap adaptasi, atau keteteran. Tapi tenang, DJP ngasih “Golden Time” alias masa relaksasi selama tiga bulan penuh — Januari sampai Maret 2025 — biar wajib pajak bisa bernafas dulu sambil beresin sistem internalnya. Tapi hati-hati, abis itu? No mercy.
Revolusi e-Faktur: Dari Sekadar PDF ke Sistem Coretax
Sebelum kita masuk ke dalam teknis, bayangin dulu gimana hectic-nya dunia pelaporan pajak saat semua harus digital, rapi, dan real time. Pemerintah lewat DJP nge-push semua PKP buat move on dari sistem e-faktur lama ke platform baru yang terintegrasi ke Coretax.
Platform ini ibarat sistem operasi baru: lebih cepat, transparan, dan nge-track semua transaksi pajak. Tapi untuk bisa bener-bener ngikutin ritmenya, perusahaan harus pastikan seluruh invoice-nya terverifikasi, lengkap, dan sinkron. Problemnya? Banyak PKP masih pakai sistem lama yang rentan error, invoice-nya suka hilang field penting, atau nggak sesuai format.
Makanya, Pasal 135 huruf a dalam PER-11/2025 turun tangan: selama masa transisi tiga bulan, PKP boleh nerbitin faktur elektronik yang belum sepenuhnya lengkap… asal datanya sudah ada di sistem DJP.
E-Faktur Nggak Komplet Tapi Tetap Sah? Bisa!
Relaksasi ini ibarat cheat code resmi dari DJP. Faktur elektronik atau digital yang dicetak dalam bentuk PDF atau hard copy selama Januari–Maret 2025 masih dianggap sah dan valid, walau ada informasi yang hilang. Tapi syaratnya:
- Sistem DJP udah punya data yang hilang itu.
- Data tersebut comply sama UU perpajakan.
Jadi, kalau lo PKP dan sistem lo agak ngadat pas nginput invoice di awal tahun, don’t panic. Selama DJP bisa akses datanya, dan formatnya sesuai, faktur lo masih aman. Bahkan versi cetak dengan kelemahan teknis masih bisa lolos!
Kredit Pajak Masukan Tetap Bisa Diklaim
Ini poin penting banget buat semua pebisnis: PPN tetap bisa dikreditkan. Pasal 135 huruf b bilang gini:
“Jika PKP pembeli atau penerima jasa memenuhi syarat kredit pajak masukan, mereka dapat mengkreditkan PPN yang tercantum dalam e-faktur yang disetujui oleh DJP.”
So yes, meskipun faktur versi cetaknya nggak lengkap, selama sistem DJP mengakui validitasnya, PPN tetap bisa dijadiin kredit pajak. Buat bisnis, ini bikin cashflow tetap aman dan nggak stuck gara-gara urusan administratif.
Konsultan Pajak Jadi Penyelamat
Nggak semua perusahaan siap hadapi perubahan ini. Makanya, peran konsultan pajak — terutama yang berbasis di Jakarta dan udah familiar sama DJP dan Coretax — makin krusial. Mereka bukan cuma bantu input data, tapi juga review apakah semua prosedur lo udah comply atau masih rawan pelanggaran.
Jangan Main-main Sama Masa Transisi
Tiga bulan mungkin kedengarannya panjang, tapi dalam dunia bisnis — especially yang punya transaksi ratusan juta — tiga bulan bisa habis dalam sekejap. Ini waktu yang dikasih negara buat lo rapiin sistem, nyesuain SOP, dan naikin level transparansi.
DJP bakal liat siapa yang siap dan siapa yang masih pura-pura gaptek.
Kalau lo masih bingung dan butuh guidance biar semua e-faktur aman, yuk ngobrol langsung sama konsultan pajak terpercaya. Bisa jadi ini langkah yang nyelametin bisnis lo dari denda dan masalah hukum di kemudian hari.